Selasa, 09 Juli 2013

Nothing Like Us #1

PROLOG

Bertahun-tahun sudah aku memendam semua rindu ini. Membungkusnya dalam kegelapan malam yang terkadang diselimuti oleh dingin dan sepi. Memikirkan seseorang yang belum tentu juga akan melakukan hal yang sama. Menyimpan harapan yang kini hanya dipenuhi oleh sesak dan dihiasi ragu. Berlarut-larut dalam kesedihan yang tak berujung pada suatu kata,kebahagiaan. Aku hampir kehilangan kepercayaan pada sebuah pepatah yang mengatakan “semua akan indah pada waktunya”. Bagaimana bisa? Kapan waktu itu akan tiba? Aku lelah seperti ini. Aku lelah berkutat pada penantian yang tak kunjung menemukan celah. Aku lelah bertarung dengan rindu yang semakin hari semakin merambah. Aku lelah menahan isakan-isakan kecil yang menemui puncak nya saat malam tiba. Aku lelah. Seperti inikah seharusnya cinta? Beginikah seharusnya berjuang demi kebahagiaan? Datanglah. Ku mohon,datang sekarang. Kalau kau datang,aku berjanji tak akan bertanya mengapa baru sekarang. Kalau kau datang,aku berjanji tak akan bertanya berapa banyak cinta yang sudah kau hadang. Kalau kau datang,aku berjanji tak akan pernah lagi melihat ke belakang. Kalau kau datang,aku bersumpah; aku akan tenang. ********** Lately I’ve Been Thinking Thinking About What We Had……………………………………………………………………………. Seorang wanita berpawakan tinggi dengan badan mungil berdiri di depan jendela sebuah ruangan yang sepertinya tidak terlalu luas. Salju yang telah membeku membuat engsel-engsel jendela tak dapat dibuka. Butiran demi butiran salju yang terjatuh di atas pucuk cemara juga sudah terlihat memutih. Wanita yang memakai sweater tebal itu menempelkan wajah nya tepat di jendela. Tulang hidung nya yang sempurna membentur halus kaca jendela. Embusan nafasnya yang bersuhu lebih tinggi dibanding suhu udara di luar membuat beberapa titik embun di kaca jendela yang disandarinya itu. Dingin mulai mengerjab begitu telunjuk nya menyentuh lembut embun-embun yang tanpa disadari sudah membuat pandangan nya samar-samar. Wanita itu merapatkan sweater nya. Dingin sepertinya semakin menusuk hingga ke tulang-tulang. Kumpulan salju yang jatuh terlihat seperti bentangan karpet putih yang sempurna. Suasana yang tepat untuk sekedar turun ke bawah dan bermain-main dengan kumpulan salju yang terlihat selembut kapas itu. Namun,tidak untuk suasana hatinya. Andai saja suasana indah seperti ini muncul beberapa jam yang lalu,pasti ia akan dengan senang hati menghabiskan sisa musim dingin kali ini dengan bersenang-senang. Ya,beberapa jam yang lalu,sebelum peristiwa itu merenggut kebahagian nya. Betapa hati dengan mudah berganti suasana hanya karena sebuah peristiwa. Beberapa kali dering hp memecah lamunan nya,namun tak dihiraukan. Ia benar-benar ingin sendiri kali ini. Berusaha memperbaiki suasana hati nya yang kurang menyenangkan. Rasanya seperti ada ribuan panah yang menghujam tepat di bagian dada nya. Sesak. Andai masalah dapat dihitung dalam satuan massa,entah berapa banyak beban yang menggantung di pikiran nya. “Sel,apa kau sakit?” seorang gadis anggun berambut pirang mengacaukan lamunan Selena. Tatapan nya terlihat mengamati perubahan raut wajahnya yang memang terlihat pucat sekarang. “Tidak,hanya flu biasa saja” wanita berwajah tirus itu menjawab singkat pertanyaan sahabat nya seraya mengembangkan senyuman simpul yang terlihat samar. Tak menyakinkan. “Yang benar saja? Tidak biasanya kau seperti ini? Hanya diam mengamati salju” Caitlin kembali menelisik. Memang,Selena tak biasanya seperti itu. Dia gadis periang,tidak biasa jika raut wajah nya benar-benar terlihat lelah seperti ini. “Mungkin karna aku memang terlalu lelah saja. Aku hanya butuh istirahat.” Selena memalingkan wajahnya,memberi isyarat kepada Caitlin bahwa dia benar baik-baik saja. Wanita itu tak mau membebani sahabatnya dengan masalahnya. Sudah cukup dia saja,jangan Caitlin. “Ohiya,bagaimana kontrak kerjamu dengan Ed? Sudah diterima?” Selena mencoba mengalihkan pertanyaan Caitlin tentang apa yang terjadi pada dirinya. “Sudah,pikirkan kesehatan mu dulu. Orang sakit tidak boleh berpikiran yang macam-macam” ucap Caitlin riang. Namun,Selena tau dari raut wajahnya yang gembira, kontrak kerja wanita itu pasti sudah diterima. Syukurlah. Ungkapnya dalam hati. “Ya sudah,aku pergi dulu. Kau istirahat saja,kalau ada apa-apa hubungi aku” Caitlin menyambar tas nya lembut,kemudian segera melangkahkan kaki pergi. Bagus. Ia kembali sendiri kali ini. Diraihnya amplop coklat yang ujung-ujung nya sudah terlipat itu. Ia ingin membuka lagi amplop itu,ingin sekali lagi memastikan bahwa yang dilihatnya di foto tadi memang wajah Justin,bukan ilusi nya saja. Jemari nya masih berkutik diatas amplop,menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan nya. Sesekali,ketukan jarum jam terdengar nyaring,bahkan lebih nyaring dari jeritan hatinya yang baru saja dihujam ribuan panah dan belasan belati. Tepat menembus hulu dada nya. “Baiklah. Aku akan buka lagi. Hanya memastikan saja” ucapnya lirih dalam hati. Matanya memejam,jemari nya bersiap membuka amplop itu. Nah,dapat. Ia masih memejamkan maja,namun dia merasakan saraf sensorik nya menyentuh selembar kertas. Perlahan,ia mengeluarkan kertas tersebut dari amplop coklat yang sudah terlihat kusut itu. Masih dengan mata terpejam,gadis itu meraba permukaan kertas yang sudah berada di telapak tangan nya. Lembut. Andai saja,wajah lelaki di kertas ini bukan pria yang dicintainya,pasti ia tak akan berniat untuk merobek-robek kertas lembut yang sudah merenggut kebahagiaan nya ini. Selena masih bersiap-siap membuka mata dan melihat -sekali lagi- apa yang ada di kertas itu. Ia menyiapkan hati nya,berusaha memperkuat diri. Baiklah ini waktunya,desah Selena dalam hati. Matanya mengerjab pelan dan perlahan,samar-samar sebuah bayangan wajah lelaki tertangkap oleh retina matanya. Ia takut. Ia benar-benar tidak sanggup menerima kenyataan bahwa lelaki yang ada di foto itu memang benar-benar Justin. Bukan,bukan dirinya tetapi hati nya. Hati nya masih belum cukup kuat untuk merasakan sakit lagi,tetapi ia harus melakukan nya. Sebelum semua justru menyiksa. Selena kembali membuka matanya,kali ini lebih lebar,agar retina nya bisa dengan jelas menangkap bayangan samar di foto itu,dan… Tidak! Ia pasti salah lihat. “Bukan! Itu pasti bukan Justin” Selena masih mendustai nurani dan pengelihatan nya. Meskipun dia tau,dalam samar pun ia sebenarnya sudah bisa mengenali wajah lelaki yang menjadi alasan kebahagian nya itu. Dahulu. Selena manarik nafas dalam-dalam. Ia tidak salah,lelaki itu memang Justin. Tetapi bagaimana bisa? Mengapa justin tega melakukan itu semua? Apa Justin setega itu Tuhan,umpat nya dalam hati. “Just..Justin” Selena meremas kuat kertas yang kini terlihat terlipat di beberapa sisinya itu. Butiran air mata muncul dari setiap sudut matanya,disusul oleh butiran-butiran lain yang meluncur bebas diatas pipinya. Sesekali ia mengigit bibir bawahnya,berusaha menahan isakan-isakan kecil yang mungkin akan segera menjadi tangis jika tidak segera dihentikan. Butir demi butir air mata masih tak dapat ditahan. Butir-butir cairan bening itu kini meninggalkan bekas nya,tepat di salah satu sisi ranjang pemiliknya. Selena memejamkan mata,megambil nafas dalam seraya berusaha mengatur ritme pernafasan nya yang naik turun. Miris. Kali ini rasanya benar-benar pedih. Menyakitkan. “Aku terlalu bodoh. Tidak seharusnya aku mempercayai Justin!” Selena memaki dirinya sendiri. Isakan-isakan kecil masih saja tak dapat diredam nya. Ternyata semua ini hanya permainan Justin. Tega sekali dia menyakitinya sampai seperti ini. “Justin,ternyata selama ini rindu ku tidak pernah bertemu dengan mu. Aku salah,dugaan ku yang benar,semua ini hanya sandiwara mu saja. Kau tak pernah benar-benar mencintaiku,Justin. Kau hanya membuatku jatuh bersama cinta palsu yang kelak akan membumi hanguskan kebahagiaan ku sendiri. Aku nekat,aku memutusan untuk jatuh dan terluka lagi. Dan kali ini,kau adalah alasan utamanya” ********** Justin mengedarkan pandangan nya begitu memasuki ruang tengah rumahnya yang memang terlalu luas itu. Sebersit perasaan kecewa pun muncul di hatinya ketika mendapati tak ada gadis yang beberapa bulan terakhir ini menyita perhatian nya. Ah,sial! Tidak ada ternyata. Keluhnya kesal dalam hati Justin segera menjatuhkan tubuhnya lembut begitu memasuki ruangan bercat putih yang terlihat bersih itu. Sebuah ranjang tempat tidur berukuran cukup besar bersandar dengan anggun beberapa meter di samping sebuah jendela lebar,yang menghubungkan langsung dengan sebuah balkon. Di samping nya,terdapat beberapa meja dengan miniatur khas dengan susunan kayu-kayu yang terlihat berseni. Di sisi yang lain lemari elegan berdiri menawan dengan beberapa pernisan yang terlihat bernilai. Barisan barang-barang dan fasilitas yang ada di kamar ini seolah ingin menegaskan kepada siapapun yang melihanya bahwa kamar ini benar-benar terlihat mewah. “Justin,apa kau tak berniat turun ke bawah untuk makan malam?” seorang wanita setengah baya yang masih tampak segar menghancurkan benteng lamunan anak lelaki nya yang mulai beranjak dewasa itu. “Tidak,Mom. Nanti saja,aku belum lapar” jawab Justin seraya tersenyum kepada ibunya. Wajah nya yang kelelahan justru semakin membuatnya terlihat mengemaskan. Ah,lelaki ini memang masih kerap di ingatkan untuk makan. Beberapa kesibukan kadang membuatnya terbang bersama waktu,sampai ia lupa bahwa ada sesuatu hal penting yang harus dilakukan nya. terutama,dengan gadis cantik berwajah tirus itu. Sial! Lagi-lagi Justin merindukan nya diam-diam. “Baiklah,biar Mom tebak,apa kau sudah makan malam dengan Miley?” Pattie masih berusaha menelisik perubahan sikap anaknya. Tidak seperti biasanya Justin bersikap seperti ini. “Tidak Mom.” Justin menjawab dengan engan. Ia lelah. Ia masih sangat malas untuk diajak beradu mulut,apalagi membicarakan Miley. Pikiran nya sedang benar-benar kacau akhir-akhir ini. “Bukan kah beberapa waktu yang lalu kau sudah mengajak nya berkencan,nak?” Pattie tampaknya masih mencoba menembakan beberapa pertanyaan tentang anak laki-laki nya dan gadis yang akhir-akhir ini memang sedang dikabarkan dekat dengan anak nya itu. “Mom,ku mohon. Aku tak ingin membicarakan nya sekarang” desah Justin putus asa. Mata nya menyiratkan bahwa ia benar-benar tidak ingin di ganggu. Ia ingin benar-benar sendiri kali ini. Wajahnya putus asa. “Oh,baiklah. Kalau kau butuh apa-apa mom ada di bawah” Pattie melengkungan senyuman di bibirnya. Tatapan nya hangat. Diusapnya lembut rambut Justin sebentar,lalu segera pergi meninggalkan kamar anak satu-satu nya itu. “Terimakasih,Mom” Justin menatap ibu nya lembut,memeluk nya sebentar lalu membiarkan wanita yang sangat dicintainya itu pergi. Ia sendiri kali ini. Terjebak bersama perasaan asing yang sering membuat dada nya sesak. Andai saja,waktu bisa ia beli dengan apapun itu,pasti ia akan bersedia membeli nya. Tetapi,ia terlambat. Semua nya sudah benar-benar terjadi,ia tak bisa mengembalikan semuanya sama seperti dulu. Yang ada hanya perasaan sedih,menyesal,kecewa,dan setumpuk perasaan bersalah lain yang kerap menghantuinya. Perasaan itu terus mengejar nya, rasa bersalah semakin memuncak ketika ia mengetahui semua nya sudah terlambat. My Baby. Panggil nya dalam hati. Lelaki itu mendesah putus asa. Wajah tampan nya terlihat benar-benar kusut sekarang. Justin mengacak asal rambutnya. Sungguh,ia tak tau apa yang harus dilakukan nya sekarang. Suram,berbaur-baur. Tidak menentu. ********** “Hai Justin” seorang wanita berambut cepak dengan gaya rock dan beberapa tatto ditubuh berjalan angkuh melewati beberapa orang yang melintas di dekatnya. Tatapan nya lurus ke depan,seolah tak mau peduli tentang pandangan orang-orang di sekitarnya. “Mau apa kau kesini?” ucap Justin malas,hanya melihat wanita itu dengan lirikan ekor matanya yang tajam. “Tenanglah,sayang. Aku hanya ingin mengajak mu makan,sekedar beristirahat saja. Aku yakin kau lelah” ucap nya manja. Tangan nya dengan sigap melingkar di leher Justin. Jemari nya mengusap penuh manja diatas pipi lelaki berlengan tangguh itu. “Lepaskan aku,Miley” bentak Justin lembut,seraya berusaha melepaskan pelukan wanita yang ternyata bernama Miley itu. “Ayolah sayang,ku mohon kali ini saja” Miley masih mengeliat manja. Tangan nya malah semakin erat menempel di pundak Justin,membuat lelaki itu sedikit kewalahan melepaskan nya. “Baiklah,baik! Ayo,ikut aku!” Justin menyerah. Ia menarik tangan Miley lembut dengan sedikit paksaan. Tatapan orang-orang yang berada di studio mewah itupun terus mengejar mereka berdua. Beberapa masih tak menyangka dengan apa yang mereka lihat,sedangkan beberapa lain nya memilih diam dengan pikiran masing-masing. Heran. “Baik. Kau mau makan dimana?” tanya Justin tak semangat dibelakang setir mobil mewah nya. Tatapan nya lurus ke depan,terlihat benar-benar sedang berkonsentrasi dengan likuk jalan yang ada di depan nya. “BrandHouse” Miley menjawab singkat pertanyaan Justin. Ia sengaja memilih Restaurant Prancis itu. Ia yakin,Justin pasti akan menuruti permintaan nya. “Kau gila? Di restaurant itu banyak Paparazi! Kau ingin membahayakan diri kita sendiri?” Justin menghentikan seebentar laju mobilnya. Di injak nya rem kuat-kuat dengan tujuan menyadarkan gadis yang kini duduk di samping kemudi nya. “Kau yang gila. Aku hanya mau di tempat itu. Apa salahnya dengan Paparazi? Mereka tak pernah membahayakan ku. Kau turuti saja sayang,atau kau akan tau akibatnya” Miley tersenyum lebar,menampilkan deretan gigi nya yang berjajar rapi. Senyumnya menyiratkan ekspresi kemenangan. Tangan nya malah dengan bebas mengenggam erat tangan Justin kali ini. “Kau gila..ah,benar-benar gila” Justin menatap Miley tak percaya. Kepala nya menggeleng pelan. Apa yang bisa ia perbuat sekarang? Mau tak mau ia harus menuruti permintaan wanita ini. Sial. Batin nya dalam hati. Justin kembali menginjakan kaki nya di gas,melanjutkan kebali laju ferrari mewah nya itu. Sementara,otak nya berpikir keras. Berusaha menemukan trick yang tepat agar dirinya bisa lolos dari jepretan Paparazi. Apalagi dengan Miley. Ah,kalau saja wanita ini mau mengerti. Tetapi sayang nya,ia tak pernah bisa mengerti Justin sama sekali. Miley masih tersenyum penuh semangat. Ia tenggelam bersama perkiraan nya tentang peristiwa yang akan terjadi nanti jika ia dan Justin benar-benar bertemu Paparazi. Biar saja,itu justru kan tujuan utamanya. Mengajak Justin ke sebuah restoran besar dan berusaha memancing Paparazi untuk dengan senang hati mengabadikan moment indah mereka. Pasti akan jadi kejutan publik,pikirnya dalam hati. Lihat saja nanti Selena. Ucap nya jahat dalam hati. Ia tersenyum penuh bahagia,memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi jika berita itu benar-benar tercium oleh Selena. Gadis itu. Pasti. Akan. Hancur. Pikirnya dalam hati. ********** Selena mengeliat pelan. Direntangkan nya tubuh nya sebentar untuk membuatnya tidak terlalu kaku. Mata nya mengerjab perlahan,seperti sayap kupu-kupu yang baru saja mengembang. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah lubang di ruangan itu benar-benar memekakan pandangan. Sinar nya menusuk mata,seolah ingin membuat siapapun berada pada batas jaga. Selena bangkit duduk. Berusaha mengumpulkan nyawa yang entah berpencar kemana. Dengan gesit,ia merapikan beberapa barang yang terlihat berserakan. Sejurus kemudian,langkah kaki membawa nya menapak pada sebuah balkon di samping kamar nya. Pemandangan segar kali ini dengan cepat menyapa pengelihatan nya. Butir-butir embun diatas daun yang hijau tampak berkilauan ketika diterpa sinar matahari. Angin berhembus semilir,menyisakan dingin sisa hujan semalam. Iphone pink yang berdering singkat membuatnya buru-buru melepas pandangan pada daun-daun hijau yang terlihat berkilauan. Diambilnya gadget berwarna merah muda itu. Kening nya mengernyit seketika mendapati sebuah pesan dari nomer yang sama sekali tak dikenalnya. Keluarlah. Aku punya kejutan besar untukmu. Ia memperhatikan tiap-tiap huruf yang berjajar rapi di layar gadget kecilnya. Pikiran nya menebak-nebak siapa pengirim pesan singkat itu. Apakah dia Justin? Oh,mana mungkin. Tetapi,dulu Justin memang suka sekali memberinya berbagai kejutan-kejutan kecil yang tidak bisa di duga. Tanpa di sadari,sebuah senyuman simpul menghiasi wajah cantik nya. Beberapa kenangan tentang Justin kembali muncul ke permukaan,membuat nya buru-buru menyadarkan diri sebelum terbawa lebih lama. “Sebentar.” Suara nya terdengar nyaring tapi lembut. Selena berlarian kecil menuruni beberapa anak tangga yang ada dirumah nya,kemudian menelusuri setiap liku dan tikungan yang ada di rumah ini untuk menuju pintu luar. Maklum,rumah ini memang terlalu luas. “Maaf membuatmu menunggu” Selena menyapa ramah pengunjung pertama nya pagi itu. Pengunjung? Tidak. Tidak ada orang sama sekali di balik pintu tinggi yang dihiasi kaca yang tampak mengkilap dan tembus pandang itu. Selena mengedarkan pandangan nya di sekeliling halaman rumah. Tatapan nya terlihat menyapu setiap sudut yang ada,namun hasilnya tetap saja nihil. Sama sekali tak ada tanda-tanda keberadaan seseorang disana. “Ups” gadis berambut panjang tersebut merasakan high heels nya mengenai sesuatu. Apa itu? Sebuah paket. Tidak terlalu besar.tetapi cukup besar untuk menyandung nya jika ia tidak segera menyadari keberadaan kotak berwarna coklat itu. “Apa ini? Apa ini kejutan yang dimaksud oleh seseorang yang mengirim pesan singkat tadi? Apa dia Justin?” Selena mengambil kotak yang dibalut kertas berwarna coklat keemasan itu. Jemari nya meraba,berusaha menerka wujud benda yang ada di dalam nya. Namun,ah bodoh sekali dia. Mana mungkin ia dapat menebak isinya,bentuk permukaan kotak itu saja teratur. Ah,ia mencemoh kebodohan nya sendiri di dalam hati,lalu tersenyum ketika menyadari betapa bodoh pikiran nya. “Sel,paket? Untuk mu?” Caitlin yang baru saja terbangun sudah mendapati sahabatnya duduk dengan menatap sebuah kotak berukuran sedang yang ada di pangkuan nya. Sambil membawa gelas panjang berisikan orange juice Caitlin menuruni sabar satu persatu anak tangga. “Caitlin,sepertinya paket ini untuk ku” Selena membalikan muka nya tepat kepada Caitlin yang kali ini sudah berada beberapa langkah di samping nya. “Kau yakin? Kalau begitu apa isinya?” Caitlin mengamati sahabat nya yang tatapan nya benar-benar lurus,menatap tajam kotak coklat di pangkuan nya,sambil sesekali meneguk orange juice yang sedari tadi menempel di tangan kanan nya. Raut wajahnya terlihat heran. “Aku belum membukanya” jawab Selena singkat,tanpa melepaskan pandangan nya dari kotak itu. “Buka saja sekarang” Selena menutup matanya,berusaha memeranikan diri untuk membuka kotak yang entah apa isinya itu. Jemarinya berkutik ragu,matanya memejam seraya membuka kotak berukuran sedang tersebut. “BRAAAAKKKKKKKKKKKKKKKK” kotak tersebut terjatuh tepat beberapa detik setelah Selena melihat isinya. dan………………………………………………………………………………………………………………………………… To be continue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar